BTS - V  - Kim Tae Hyung

Jumat, 16 Maret 2018

Sinopsis Chandra Nandini Episode 73


 Hasil gambar untuk Sinopsis Chandra Nandini Episode 73
Bindusara terus menyiksa Dharma. Lama-kelamaan, Dharma lelah melihat tingkah Bindusara. Dharma memutuskan untuk melawan Bindusara.
Bhim Dev masih berusaha mendekati Nandini. Bhim Dev ingin Nandini sadar bahwa dirinya adalah Savitri. Bhim Dev juga berniat menghancurkan kehidupan Chandragupta.
Demi mewujudkan rencananya, Bhim Dev siap melancarkan serangan jahat. Bhim Dev ingin aksinya menyesatkan kehidupan Chandragupta dan Nandini.
Sinopsis Chandra Nandini hari ini, Jumat 16 Maret 2018.
Dharma dan Karthikeya berada dalam kamar Bindusara. Kebersamaan mereka diketahui oleh Bindusara. Bindusara pun merasa marah.
Bhim Dev menjalankan rencana jahat dengan bantuan iblis Mohini. Sang iblis membuat jiwa Bhim Dev masuk ke dalam tubuh Chandragupta.
Bagaimana nasib Chandragupta? Apakah Nandini bisa menyadari jika Bhim Dev merasuki tubuh Chandragupta? Saksikan terus kelanjutan cerita serial India Chandra Nandini hanya di ANTV!
Demikian sinopsis Chandra Nandini hari ini.

TANJUNG MENANGIS

Hasil gambar untuk TANJUNG MENANGIS
Tanjung menangis merupakan nama tanjung yang berada di bagian timur  pulau Sumbawa. Pada zaman dahulu, putri dari Datu Samawa terjangkit penyakityang sangat aneh, tak ada seorang pun di seantero negeri Samawa yang dapat menyembuhkannya. Datu Samawa telah melakukan berbagai cara demi menyembuhkan putrinya. Dia telah berkunjung ke rekan-rekannya sesama pemimpin, yaitu kepada Datu Dompu dan Datu Bima untuk mencari tabib sakti yang dapat menyembuhkan putrinya, namun hasilnya tetap nihil.

Bertahun-tahun tuan putri mengidap penyakit aneh tersebut, namun belum ada orang ataupun tabib yang mampu menyembuhkannya. Suatu hari, Datu Samawa membuat sayembara bagi seluruh orang diseantero negeri. Barang siapa yang mampu menyembuhkan tuan putri maka baginya akan diberikan hadiah. Apabila dia perempuan maka akan dijadikan sebagai anak angkat. Namun, apabila laki-laki, maka akan dijadikan menantu dan dinikahkan dengan tuan putri.

Sayembara ini menyebar hingga ke pulau Sulawesi di seberang sana. Telah banyak tabib yang mencoba mengikuti saymebara ini namun belum seorang pun yang berhasil menyembuhkan tuan putri. Suatu hari, datanglah seorang kakek tua renta ke kediaman Datu Samawa. Dia berasal dari negeri Ujung Pandang dan memperkenalkan dirinya dengan nama Daeng Ujung Pandang. Dia telah mendengar kabar tentang penyakit aneh yang diderita tuan putrid dan ingin mencoba mengobati tuan putri bila Tuhan Yang Maha Kuasa mengijinkan.Dengan kuasa Allah Taala, melalui tangan serta pengetahuan yang dimiliki Daeng Ujung Pandang, tuan putri pun sembuh seperti sedia kala.

Sesuai dengan janjinya, tibalah waktunya bagi Datu Samawa untuk membayar janji kepada Daeng Ujung Pandang yang telah menyembuhkan putrinya. Seperti yang telah beliau janjikan, beliau harus menikahkan putri beliau dengan Daeng Ujung Pandang. Namun, karena melihat fisik Daeng Ujung Pandang yang sudah tua renta dan bungkuk pula, Datu Samawa merasa tidak rela untuk menikahkan putrinya dengan Daeng Ujung Pandang. Datu Samawa akhirnya merubah hadiah dari sayembara.

Daeng Ujung Pandang oleh Datu Samawa dipersilahkan untuk mengambil harta sebanyak-banyaknya, berapapun yang diinginkan olehnya, asalkan Daeng bersedia untuk tidak dinikahkan dengan tuan putri. Daeng Ujung Pandang merasa sangat terhina dengan sikap Datu. Beliau menolak untuk mengambil sepeser harta pun dari istana. Dengan hati teriris, ia pun pulang kembali ke Ujung Pandang menggunakan sampan kecil yang dilabuhkan di sebuah tanjung.

Putri Datu Samawa merasa iba melihat kekecewaan di mata Daeng Ujung Pandang, ia pun menyusul Daeng Ujung Pandang ke tanjung tersebut. Saat putri Datu Samawa tiba di pelabuhan, saat itu pula, Daeng Ujung Pandang baru saja menaiki sampannya. Atas kekuasaan Allah, Daeng Ujung Pandang yang tua renta tersebut berubah menjadi pemuda yang tampan tiada taranya ketika telah menginjakkan kakinya di atas sampan.

Melihat hal tersebut, putri Datu Samawa menangis, menyesali keputusan yang diambil ayahnya serta menangisi betapa tersiksa rasanya ditinggal seseorang yang baru ia cintai, Daeng Ujung Pandang. Sambil menangis, putri berlari menyusul sampan Daeng Ujung Pandang hingga tengah laut tanpa menyadari ia mulai tenggelam. Hal ini menyebabkan Tuan Putri Datu Samawa meninggal di tengah laut sambil menangis. Akhirnya, hingga kini tanjung tempat dimana putri dan Daeng Ujung Pandang berpisah tersebut dinamakan Tanjung Menangis untuk mengenang kisah tragis antara kedua insan tersebut.

Legenda Pulau Kapal

Dahulu kala ada keluarga miskin yang berdiam di sekat sungai Cerucuk. Mereka dalam memenuhi hidup sehari-hari hanya mencari dedaunan serta buah-buahan yang ada di hutan belantara. Hasil dari hutan itu, lalu dijual ke pasar. Dari hasil jualnya kemudian untuk keperluan sehari-hari. Mereka benar-benar miskin, tapi hidupnya biasa- biasa saja, tidak pernah menderita, meskipun mereka serba kekurangan. Keluarga itu mempunyai anak laki-laki bernama Si Kulup, dia benar-benar giat bekerja, sehingga sehari-harinya selalu membantu orang tuanya. 
Suatu hari ayah Si Kulup pergi ke hutan untuk mencari rebung. Rebung itu sayur dan dimakan bertiga. Pada saat memotong rebung, maka terlihatlah ayah Si Kulup sebatang tongkat. Lalu tongkat itu diamati dan dibersihkan ternyata bertaburkan intan dan merah delima. Pulang dari hutan ayah Si Kulup tetap membawa rebung karena memang sebagai mata pencahariannya. Tongkatpun juga dibawah pulang dengan perasaan yang was-was itu. 
Setiba di rumah Si Kulup tidur sedangkan istrinya berada di tetangga. Si Kulup dibangunkan ayahnya dari tempat tidurnya lalu disuruh memanggil ibunya yang berada di tetangga, tetapi dia tidak mau, karena tenaganya masih lelah setelah mendorong kereta. Akhirnya ayahnya sendiri yang harus memanggil ibunya. Si Kulup juga menyusul ikut memanggil ibunya. Setelah kembali mereka lagi berbincang-bincang tentang tongkat yang ditemukan di tengah hutan kemarin, karena tongkat itu bertaburan intan permata dan merah delima. Mereka bertiga musyawarah. Ayahnya usul, sebaiknya tongkat itu disimpan saja, kemungkinan suatu saat ada yang mencarinya. Istrinya menjawab; dimana kita harus menyimpan padahal tidak punya lemari. 
Si Kulup usul; sebaiknya kita jual saja, agar kita tidak sulit menyimpannya. Ketiga itu akhirnya bersepakat, bahwa tongkat itu sebaiknya dijual saja. Yang mendapat tugas menjual tongkat itu ialah Si Kulup. Berangkatlah Si Kulup ke negeri lain dengan keperluan menjual tongkat. Hingga tongkatnya terjual dengan harga yang sangat mahal. Dalam waktu yang relatif singkat Si Kulup menjadi karya raya dan tidak mau pulang ke tempat orang tuanya. Dia hidup di rantauan dan banyak sekali teman-teman saudagar kaya, hingga dia diambil menantu saudagar kaya. Si Kulup sekarang sudah beristri. 
Kehidupan sehari-harinya selalu serba ada, lain kehidupan sebelumnya yang selalu dirundung kesedihan, karena kemiskinan yang dirasakan. Si Kulup berbahagia dengan istrinya, sementara sudah lupa dengan orang tuanya yang hidup serba kekurangan itu. Dia lupa ditugasi menjual tongkat, tetapi uangnya tidak diberikan sama orang tuanya. Pada suatu hari Si Kulup bersama istrinya diperintah oleh mertuanya, agar berdagang ke negeri lain. Perintah mertuanya itu selalu diindahkan, sehingga Si Kulup punya rencana ingin membeli sebuah kapal, serta mempersiapkan beberapa karyawan untuk diajak berdagang ke negeri lain. Sebelum berangkat Si Kulup minta izin serta mohon doa restu kepada mertuanya, agar dalam perjalanan yang akan ditempuh dalam keadaan selamat, serta bisa berkembang pesat dagangannya. 
Mereka mulai berlayar dan meninggalkan tempat rantauannya. Si Kulup teringat juga kampung kelahirannya. Ketika hampir mendekati sungai Cerucuk, maka mereka tambah teringat masa-masa lalu. Sampai di sungai Cerucuk mereka berlabuh. Ternyata kedatangan Si Kulup sempat didengar ayah dan ibunya. Oleh karena itu ibunya menyiapkan makanan kesukaan Si Kulup, Orang tuanya sangat rindu sekali, karena dari sekian tahun tidak berjumpa dengannya Kedua orang tuanya datang ke kapal sambil membawa makanan itu. 
Setiba di kapal orang tuanya mencari anaknya yang bernama Si Kulup. Sikap Si Kulup acuh tak acuh, bahkan malu sekali punya orang tua yang miskin itu, sampai kedua orang tuanya diusir dari kapal tersebut, hingga makanan yang dibawa ibunya itu dibuang. Kedua orang itu akhirnya meninggalkan kapal dan tidak sampai melepas kerinduannya, karena sudah didahului dengan caci maki, serta berbagai omongan yang menyakitkan hati. Saat di darat ibunya merasa terpukul hatinya, hingga kemarahannya tidak lagi terbendung, lalu dia mengucapkan : Bila saudagar itu benar-benar anakku Si Kulup tetapi tidak mau mengakui aku sebagai orang tuanya, mudah-mudahan saja kapal besar itu tenggelam.
 Setelah ibunya selesai berdoa itu, kemudian Usai ibunya mengeluarkan kata-kata tersebut, lalu keduanya yang singat tiba-tiba ada gelombang laut yang tinggi sekali semua awak kapal mulai panik. Kapal besar itu bergoncang dengan keras, sementara gelombang bertambah tinggi dan besar. Tidak bisa dipertahankan lagi, akhirnya kapal besar itu terbalik dan semua penumpangnya tewas. Tempat tenggelamnya kapal itu suatu hari muncul sebuah pulau yang menyerupai kapal. Terkadang di pulau itu terdengar suara hewan bawaan kapal yang tenggelam itu. Sehingga sampai sekarang pulau itudinamakan Pulau Kapal.